Penerapan Perpres 54/2010 dalam Rumah Tangga
April 1, 2011 by heldi
Artikel ini ada pada kategori Pengadaan - Pengadaan Barang Jasa
Berikut adalah catatan dari blog teman saya sesama instruktur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu om Guskun yang ada di www.guskun.com
Dalam salah satu kelas Pengadaan di Surabaya, 10 Maret 2010, ada pertanyaan sederhana dari peserta mengenai gambaran pembagian tugas Para Pihak sebagaimana diatur dalam Perpres 54/2010 dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah pertanyaan sederhana, substansial, dan spontan yang tidak pernah saya duga dan tidak saya pelajari sebelumnya. Sebagai pengajar, untuk menjaga kepercayaan peserta Diklat, saya tidak boleh menyerah begitu saja. Otak harus berpikir cepat, momentum tidak boleh hilang.
Seketika muncul ide, menggambarkan pembagian kewenangan menurut Perpres 54/2010 dalam rumah tangga. Suami sebagai KPA, Istri sebagai PPK dan Asisten (PRT) sebagai Pejabat Pengadaan. GREAT !!!!
Sebagai KPA dalam rumah tangga, Suami berwenang menentukan KEBIJAKAN UMUM rumah tangganya, menentukan TUJUAN rumah tangga dan bagaimana tujuan akan dicapai. Sebagai konsekwensi dari KPA Rumah Tangga, Suami wajib MEMBERIKAN PAGU BELANJA kepada istrinya. Jika suami ingin makan rawon misalnya, cukup bilang ke Istrinya agar masak rawon, tanpa perlu tahu apa bumbu-bumbunya.
Istri, adalah PPK dalam rumah tangga. Setelah menerima PAGU BELANJA dan mengetahui keinginan suami, misalnya masak rawon. Istri harus mampu menentukan SPESIFIKASI TEKNIS dan rician BAHAN yang harus dibeli untuk memasak rawon. Tidak hanya itu, Istri juga harus mampu menentukan HARGA PERKIRAAN SENDIRI untuk memasak rawon yang diinginkan suaminya. Jika pagu belanja yang diberikan suaminya tidak cukup, Istri bisa meminta tambahan pagu ke suaminya atau merubah jenis masakan menyesuaikan dengan pagu yang tersedia. Artinya, PPK bisa mengusulkan perubahan kepada KPA.
Selanjutnya Istri memberitahukan SPESIFIKASI TEKNIS dan HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) yang sudah dibuatnya kepada Asisten (PRT). Biasanya tidak semua pagu dihabiskan menjadi HPS. PPK yang baik sudah memperhitungkan jika suatu saat perlu pekerjaan tambah. Saatnya PRT bertindak sebagai PEJABAT PENGADAAN. Berbekal catatan yang diterimanya dari PPK, PRT pergi ke pasar. Banyak penjual di pasar, Pejabat Pengadaan bebas berbelanja pada penjual yang mana. PRT perlu membandingkan harga antar penjual dan beli di penjual yang harganya paling murah. Jangan sekali-kali PRT berbelanja barang yang tidak ditentukan oleh sang Istri, jangan sekali-kali PEJABAT PENGADAAN melakukan pengadaan yang tidak ditentukan oleh PPK. Sebagaimana PRT mengembalikan uang kembalian sisa belanja ke Istri, maka PEJABAT PENGADAAN juga tidak harus menghabiskan semua dana yang tersedia. Semakin hemat, semakin baik, dengan catatan apa yang ditentukan PPK bisa dilaksanakan semua.
Selesai ! Itulah gambaran sederhana proses Pengadaan dan hak kewajiban masing-masing pihak.
=====
Demikian cerita dari blog om guskun semoga bermanfaat untuk lebih mudah memahami tentang peranan dan fungsi dari pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan barang jasa pemerintah. Namun ada satu penjelasan tambahan yang belum diungkap atau dijelaskan dalam blog om guskun, yaitu bahwa PA/KPA dapat mengangkat lebih dari satu PPK bila diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan/jenis paket pekerjaannya….
so kata om guskun pada penjelasannya di acara TOT essential procurement; bahwa suami selaku KPA/PA dapat memiliki istri atau PPK lebih dari 1 (satu) sesuai dengan kebutuhan keluarganya, tetapi PPK tidak boleh memiliki beberapa PA/KPA…. okelah kalau begitu om guskum 🙂
Terima kasih atas penjelasannya om gus… salam pengadaan dari bogor