Uang 1,5 Milyar di Dus Duren
September 8, 2011 by heldi
Artikel ini ada pada kategori Pengadaan - Curhat PNS online, PNS (Pegawai Negeri Sipil)
Ingin tau seberapa wujud fisik dari uang 1,5 milyar? Ini dia dus hasil sitaan KPK dari kantornya om Muahaimin Iskandar
Dan berikut adalah kumpulan beritanya dari situs KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan tangkap tangan terkait kasus suap-menyuap. Kali ini yang berhasil dicokok KPK adalah dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berinisial DI yang menjabat Kabag Perencanaan dan Evaluasi, dan INS yang menjabat Sesditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT), pada Kamis (25/8) sekitar pukul 15.30. “Selain kedua pejabat tersebut, KPK juga menangkap satu orang dari swasta berinisial DNW”, jelas Juru Bicara KPK Johan Budi SP.
Johan melanjutkan,penyuapan yang dilakukan diduga terkait proyek percepatan pembangunan infrastruktur daerah bidang transmigrasi di 19 kabupaten. “Total anggaran 500 miliar dari APBNP Kemenakertrans 2011”, lanjutnya.
Mengenai proses penangkapan ketiganya, Johan menjelaskan bahwa DI ditangkap di jalan saat menuju Bandara Sukarno Hatta, sementara INS di di ruangan kerjanya di kantor Kemenakertrans. “Di saat yang hampir bersamaan, DNW ditangkap di daerah sekitar Jl Otista, Jakarta Timur”,ucapnya.
Saat penangkapan di lt.2 Gedung Kemenakertrans di daerah Kalibata, Jakarta, tim penyidik KPK menemukan uang sejumlah kurang lebih 1,5 miliar rupiah yang dibungkus dalam sebuah kardus bekas durian. “S beli durian, lalu isinya dikeluarkan. Karena terlalu banyak, uangnya dimasukkan dalam kardus bekas durian itu,” kata Johan.
“Setelah ditangkap, ketiganya langsung menjalani pemeriksaan di kantor KPK”, tandasnya.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan pemeriksaan secara terpisah terhadap ketiga tersangka tersebut dimaksudkan untuk mendengar keterangan dari masing-masing tersangka mengenai perannya di dalam kasus dugaan suap tersebut. Tiga tersangka tersebut ialah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans I Nyoman Suisnaya, Kepala bagian Program Evaluasi dan Pelaporan (P2KT) Dadong Irbarelawan, dan seorang yang diduga sebagai penyuap, yakni pengusaha swasta, Dharnawati. “Ya, mereka yang tertangkap dua minggu lalu diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap di Kemenakertrans. Pak Nyoman tiba pukul 08.00 WIB, Pak Dadong datang pukul 09.30 WIB, dan Dharnawati pukul 12.30 WIB,” kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Seusai pemeriksaan, kuasa hukum tersangka Dharnawati, Farhat Abas, mengatakan berdasarkan pengakuan kliennya, seorang mantan pejabat Kementerian Keuangan, Sindu Malik, ikut terlibat dalam kasus dugaan suap pencairan dana PPIDT di Kemenakertrans. Dari situs resmi Kementerian Keuangan, Sindu tercatat sebagai Kepala Seksi Pajak Daerah dan Restribusi Daerah IV C. Menurut Dharnawati, pejabat dari Kementerian Keuangan itu bertugas sebagai makelar antara PT Alam Jaya Papua dan pejabat pemerintah daerah. “Ya, tadi pada saat pemeriksaan, klien saya memberikan keterangan yang menarik kepada penyidik mengenai adanya nama mantan pejabat Kementerian Keuangan yang bertugas sebagai makelar dalam kasus dugaan suap di Kemenakertrans,” papar Farhat.
Keterlibatan mantan pejabat Kementerian Keuangan itu karena perannya yang memaksa kliennya segera memberikan suap kepada pejabat di Kemenakertrans. Selain itu, Sindu diketahui pernah menghubungi Bupati Manokwari agar perusahaan PT Alam Jaya Papua diganti dengan perusahaan lain jika tidak segera memberikan uang suap tersebut. “Menurut Dharnawati, Sindu pernah memaksa dirinya untuk menyetorkan dana 50 miliar rupiah atau sekitar 10 persen dari total keseluruhan dana proyek senilai 500 miliar rupiah,” kata Farhat. Menurut Farhat, 10 persen tersebut akan dibagikan kepada pihak-pihak yang telah membantu PT Alam Jaya Papua untuk mendapatkan proyek tersebut. “Iya, ada nama namanya kok, tapi saya tidak boleh menyebutkan dulu siapa- siapa saja yang mendapat jatah 10 persen itu karena saya menghormati proses penyidikan,” jelas Farhat.
Di tempat terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan dirinya tidak terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan para bawahannya di Kemenakertrans. Muhaimin berpendapat, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan melakukan evaluasi terhadap kementerian yang bermasalah dengan korupsi bukan ditujukan pada dirinya sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi. “Semua ini kan masih jauh dari kaitan saya. Jadi kita tunggu saja proses KPK. Karena saya melihat jauh sekali posisi anggaran itu,” kata Muhaimin, di Kantor Kepresidenan, Selasa.
akarta, 26 Agustus 2011. Setelah dilakukan pemeriksaan hampir selama 20 jam, pada hari ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka INS (Sesditjen P2KT Kemenakertrans), DI (Kabag Perencanaan dan Evaluasi Sesditjen P2KT Kemenakertrans), dan DNW (swasta PT. AJP) untuk 20 hari kedepan. INS ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya, DI ditahan di rumah tahanan Cipinang, sedangkan DNW ditahan di rumah tahanan Pondok Bambu. Tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi suap-menyuap terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur daerah bidang transmigrasi di 19 kabupaten dengan total anggaran Rp500 miliar dari APBNP 2011 Kemenakertrans.
Para tersangka ditangkap oleh penyidik KPK pada Kamis, 25 Agustus 2011, sekitar pukul 15.30 WIB. DI ditangkap di jalan saat menuju Bandara Soekarno Hatta, INS di di ruangan kerjanya di kantor Kemenakertrans, sementara DNW ditangkap di daerah sekitar Jl Otista, Jakarta Timur. Saat penangkapan di lt. 2 Gedung Kemenakertrans di daerah Kalibata, Jakarta, tim penyidik KPK menemukan uang sejumlah kurang lebih 1,5 miliar rupiah yang dibungkus dalam sebuah kardus. Setelah tertangkap, tersangka dibawa ke Gedung KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
Atas perbuatannya, INS dan DI disangkakan melakukan pelanggaran pasal 5 ayat (1) huruf a,b subsider pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 5 ayat (1) huruf a,b subsider pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 53 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider pasal 13 jo pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 53 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 12 a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 subsider pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 subsider pasal 11 Undang-undang 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan DNW disangkakan melakukan pelanggaran pasal 5 (1) huruf a, b subsider pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 (1) Ke-1 KUHP atau pasal 5 (1) huruf a, b jo pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 53 jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP subsider pasal 13 jo pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 53 jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.