Salah Persepsi HPS dari Harga Produk e-Katalog
January 27, 2017 by heldi
Artikel ini ada pada kategori Pengadaan - Kasus Pengadaan
Antusiasme pengelola pengadaan pemerintah terhadap kemudahan belanja melalui e-katalog menjadikan mekanisme pengadaan e-purchasing semakin masif digunakan. Di sisi lain, beberapa pejabat pengadaan menjadikan informasi harga di e-katalog, terutama informasi harga, sebagai acuan penyusunan HPS dan rencana anggaran. Padahal, penyusunan HPS, dalam Perpres 54 tahun 2010 Pasal 66 Ayat 7 (a), dilakukan dengan cara mengalkulasikan data-data, salah satunya dengan mengacu pada harga pasar setempat di lokasi barang/jasa diproduksi, diserahkan, atau dilaksanakan menjelang dilaksanakannya pengadaan. Lalu apa alasannya?
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Katalog Dwi Satrianto menjelaskan, beberapa pejabat pengadaan sering kali mispersepsi terhadap harga-harga produk yang tercantum di e-katalog. Misalnya, penggunaan harga tersebut sebagai acuan dalam penentuan besaran HPS. Padahal, menurutnya, harga di e-katalog merupakan harga yang diperuntukkan dalam konteks pengadaan e-purchasing.
”Ketika prosesnya tidak e-purchasing, mau dia pengadaan langsung, mau dia penunjukan langsung, mau dia lelang, tidak boleh—dalam tanda kutip—menggunakan harga e-katalog sebagai HPS,” ungkap Dwi saat menemui rombongan DPRD Flores Timur di kantor LKPP.
Dalam proses lelang, lanjutnya, penggunaan referensi harga e-katalog dalam pembuatan HPS berpotensi menyebabkan tidak adanya penawaran yang masuk. Sebab, struktur komponen biaya yang digunakan penyedia yang telah berkontrak payung dengan LKPP dengan penyedia di luar e-katalog dapat berbeda.
Apalagi, tingkat inflasi, kurs rupiah, besaran margin keuntungan, dan kuantitas produk yang akan dibeli sangat mempengaruhi harga. “Karena bikin HPS ‘tidak boleh’ menggunakan e-katalog. Bikin HPS—kalau Bapak/Ibu tahu aturannya—itu datang ke pasar, lihat harga pasar,” ujar Dwi.
Seperti halnya menyusun HPS, referensi harga di e-katalog pun tidak dapat digunakan dasar dalam penyusunan DPA. Menurut Dwi, penyusunan anggaran harus menggunakan standar harga yang lebih tinggi dari harga pasar.
Penetapan standar harga pasar yang lebih tinggi ini guna mengantisipasi kenaikan harga produk di pasaran karena adanya perbedaan waktu antara penyusunan dan realisasi belanja pemerintah. Meski demikian, Dwi menjelaskan bahwa penggunaan referensi harga di e-katalog diperbolehkan dengan tetap memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat harga. “Kalau mengacu pada harga e-katalog masih boleh, dengan asumsi (mempertimbangkan) kenaikan harga, inflasi, dan sebagainya,” pungkasnya. (eng)
Sumber: http://www.lkpp.go.id/v3/