Proyek Kompensasi DKI tidak di lelang
April 7, 2017 by heldi
Artikel ini ada pada kategori Pengadaan - Kasus Pengadaan, Pengadaan Barang Jasa
Banyak proyek kompensasi pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB) di Jakarta dikerjakan oleh kontraktor dengan penunjukan langsung. Mekanisme ini berbeda dengan proyek senilai lebih dari Rp 200 juta yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah. Pelaksanaan proyek dari bujet daerah jenis ini harus melalui lelang.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Gamal Sinurat, menyatakan sejumlah proyek kompensasi yang nilainya bahkan mencapai ratusan miliar rupiah digarap lewat penunjukan langsung. “Proyek dikerjakan dengan penunjukan langsung karena ada batas waktu untuk menyerahkannya,” kata dia, Rabu 5 April 2017.
Gamal mengatakan, batas waktu penyerahan proyek kompensasi tertuang dalam perjanjian kerja sama. Ia meyakinkan bahwa pengerjaan proyek kompensasi–meski tanpa lelang—tak dilakukan dengan asal menunjuk kontraktor. Sebab, kata dia, pengembang berisiko rugi jika tim penilai independen menyatakan penggarapan proyek itu tak sesuai dengan gambar teknis. “Jika itu terjadi, pengembang wajib menyerahkan kompensasi lagi. Itulah sebabnya, kami yakin mereka tak main-main,” kata Gamal.
Menurut Gamal, beberapa pengembang yang harus memberikan kompensasi juga melakukan lelang, tak asal tunjuk. Ia mencontohkan proyek Simpang Susun Semanggi. Proyek itu merupakan kompensasi dari PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company. Proyek yang menelan dana Rp 369 miliar itu dikerjakan oleh kontraktor yang pemenang lelangnya adalah PT Wijaya Karya.
Perihal kompensasi KLB ini jadi pembahasan pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, ketika bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Februari lalu. KPK mempertanyakan mekanisme kompensasi. “KPK ingin tahu sistemnya, ingin menyumbang pemikiran terbaik pada sistem pengawasannya,” kata Soni–sapaan Sumarsono.
Pertemuan Soni dengan pimpinan KPK berlangsung setelah DPRD Jakarta mendesak agar kompensasi diwujudkan dalam bentuk kas dan masuk ke APBD. Alasannya, agar lebih transparan. Jika melalui APBD, Dewan bisa mengawasi penuh. “Ini biar lebih terbuka,” kata anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Syarif.
Soni, yang juga Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, menyatakan masih menimbang usul DPRD itu. Yang pasti, Soni tak mempermasalahkan kompensasi berbentuk barang dalam tata kelola keuangan daerah. “Seperti dana corporate social responsibility (CSR), kan tidak dalam bentuk tunai,” ujar dia.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Agus Prabowo, juga tak mempersoalkan proyek kompensasi tidak dilelang. Dengan catatan, proyek itu mesti diaudit dan dinilai oleh tim penilai sesuai dengan Rencana Anggaran Bangunan. “Yang penting akuntabel,” kata Agus.
Agus menyatakan proyek kompensasi justru patut diapresiasi karena merupakan terobosan. Mekanisme ini, kata dia, juga diterapkan di negara lain, seperti Amerika dan Jepang. Sebaliknya, kata dia, jika kompensasi dalam bentuk uang sehingga masuk APBD, prosesnya akan lama. “Sekarang ini harus serba cepat,” ujarnya.
Sumber: https://www.tempo.co/read/fokus/2017/04/06/3477/proyek-kompensasi-dki-jakarta-bebas-tak-dilelang