\n

MA Vonis Bersalah Eks Direktur RSUD Masohi Maluku Tengah

September 11, 2016 by  
Filed under Kasus Pengadaan

DIvonis bebas dari Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon tahun 2014, Jaksa kasasi ke MA, di MA di putus 5 (lima) tahun penjara ditambah denda rp. 50 juta. Bisa berbeda jauh begitu ya? Sekarang kalau pengadaan alat kesehatan mending pakai e-katalog saja sudah. Daripada ribet lelang ya.

Berikut beritanya:

Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Masohi, Kabupaten Maluku Tengah dr Abdul Muthalib Latuamury dalam kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes). Selain itu, membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.

“Dalam petikan putusan kasasi MA, majelis hakim juga menghukum dr Latuamury hukuman tambahan membayar uang pengganti Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan,” kata Humas Pengadilan Negeri Ambon Heri Setyobudi, di Ambon, Sabtu (10/9).

Putusan MA ini sekaligus membatalkan putusan majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon tahun 2014 dengan nomor: 45/Pidsus/PPK/2014 yang membebaskan dr Matuarury dari segala tuntutan jaksa. Akibat putusan bebas terdakwa pada pengadilan tingkat pertama, jaksa penuntut umum Kejari Masohi kemudian melakukan upaya kasasi ke MA.

Majelis hakim MA menyatakan yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dana proyek pengadaan alkes RSUD Masohi. Dana pengadaan tersebut senilai Rp 6,3 miliar yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2013.

Mantan Direktur RSUD Masohi yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan alkes tahun anggaran 2013 telah melakukan kejahatan dengan cara membuat atau menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) namun tidak sesuai dengan harga peruntukan.

Jaksa menjerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/384732-ma-vonis-bersalah-eks-direktur-rsud-masohi-maluku-tengah.html

============
Kejari Masohi Kasasi Kasus Korupsi Dana Alkes RSUD
http://www.tribun-maluku.com/2016/07/kejari-masohi-kasasi-kasus-korupsi-dana.html
Putusan bebas indikasi kasus korupsi dana Alat-alat Kesehatan (Alkes) di RSUD Masohi dengan terdakwa dr. Abdul Muthalib Latuamury sebagai PPK dan Ny. Nirwati sebagai Sekretaris Panitia pengadaan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon pada Juli 2015 lalu dinilai tidak sesuai kajian dan fakta hukum yuridis yang berlaku.

Hal ini diungkapkan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Masohi Welem Mairuhu, SH kepada media ini diruang kerjanya Rabu (20/7). Menurut Mairuhu, apa yang di putuskan oleh hakim pengadilan
Tipikor Ambon terhadap dua nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan Alkes tahun 2013 lalu yang merugikan negara mencapai Rp 2,819 Miliar, sangat tidak sesuai dengan fakta hukum yang ditemukan oleh Jaksa Penyidik.

Berdasarkan berkas perkara Jaksa Penuntut Umum (JPU) kedua tersangka dinyatakan bersalah yang dijerat karena melanggar pasal 3 juncto pasal 18 juncto pasal 4 UU Nomor 31 tahun 1999 yang di ubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Alokasi anggaran pengadaan dana Alkes RSUD Masohi yang bersumber dari dana pembantuan APBN Perubahan tahun 2013 Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI mencapai Rp 6,387 Miliar
berupa alat kedokteran, alat kesehatan dan alat KB dengan memiliki 17 item yang telah disepakati dan ditetapkan dalam berita acara pengadaan Alkes tersebut.

PT. ROMANTIKA BAHARI CABANG AMBON sebagai pemenang tender paket proyek tersebut namun berdasarkan fakta, semua Alkes yang disediakan tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam kesepakatan pengadaan.

Dari 17 item pengadaan ternyata Alkes yang dirancang dengan harga yang sangat tinggi, sehingga terindikasi terjadi Mark Up dana pengadaan Alkes untuk 17 item dengan harga sebenarnya Rp 3,247 Miliar. Berarti terjadi mark up dana yang sengaja dilakukan oleh panitia pengadaan yang ditaksiri mencapai Rp 2,819 Miliar.

Berdasarkan fakta hukum dr. Abdul Muthalib Latuamury dan Ny. Nirwati ditetapkan oleh JPU sebagai tersangak, namun entah kenapa oleh Hakim Tipikor Ambon memutuskan kedua tersangka tidak bersalah dalam kasus ini,”kesal Mairuhu.

Putusan bebas oleh Hakim Pengadilan Tipikor tersebut, membuat Kejari Masohi tidak duduk diam namun telah melakukan kasasi ke Mahkama Agung (MA). Putusan bebas tersebut mengakibatkan pihak Kejari Masohi belum bisa menindaklanjuti keterlibatan oknum-oknum lain dalam indikasi kasus tindak pidana korupsi Alkes tahun 2013 di RSUD Masohi.

“Kami sudah melakukan Kasasi ke MA, itu berarti saat ini pihak Kejari Masohi masih menunggu keputusan yang ditetapkan oleh Mahkama Agung di Jakarta,”katanya.

Mairuhu berharap, masyarakat jangan cemas dan putus asah karena Kejaksaan Negeri Masohi tetap memperjuangkan hak-hak masyarakat dan konsisten untuk melakukan pemberantasan korupsi di
daerah.

Dirinya antusias kalau hakim di MA bisa sejalan dengan apa yang diputuskan oleh pihak Kejari Masohi, karena berdasarkan fakta dan bukti kalau Latuamury maupun Ny. Nirwati telah bersalah.

==================
Pengadilan Tipikor Adili Dua Koruptor Dana Alkes
http://www.antaramaluku.com/berita/26598/pengadilan-tipikor-adili-dua-koruptor-dana-alkes

Ambon (Antara Maluku) – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon mengadili dr Abdul Muthalib Latuamury dan Nirwati alias Nir, dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana pengadaan alat kesehatan di RSUD Masohi, Kabupaten Maluku Tengah.

Ketua majelis hakim R.A Didik Ismiyatun membuka persidangan di Ambon, Kamis, dengan agenda mendengarkan pembacaan berkas perkara jaksa penuntut umum (JPU) Willem Mairuhu.

JPU dalam berkas perkaranya menjerat para terdakwa dengan pasal 3 juncto pasal 18 juncto pasal 4 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Menurut JPU, RSUD Masohi pada 2013 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp6,387 miliar untuk kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan serta alat Keluarga Berencana (KB).

Sumber dana berasal dari anggaran tugas pembantuan APBN Perubahan Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI tahun anggaran 2013.

Terdakwa dr Abdul Muthalib adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) sedangkan Nirwati yang selama ini menjabat Kasie Penyusunan Anggaran dan Program pada RSUD Masohi ditunjuk sebagai sekretaris panitia pengadaan.

Proses lelang tender proyek tersebut dimenangkan oleh PT Romantika Bahari Cabang Ambon.

“Ada 17 item peralatan kesehatan yang dirancang PPK tetapi harganya sengaja digelembungkan (mark up) berlipat ganda sehingga kerugian negara yang timbul dalam kasus ini mencapai Rp2,819 miliar,” kata jaksa.

Nilai kontrak dalam proyek ini mencapai Rp6,387 miliar sedangkan nilai pengadaan yang sebenarnya adalah Rp3,247 miliar.

Beragai alat kesehatan yang telah diperiksa panitia pemeriksa barang tersebut ternyata tidak disertai dengan sertifikasi garansi atau kartu jaminan garansi dan certificate of origin sebagaimana tercantum dalam kontrak.

Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga pekan depan denan agenda pemeriksaan saksi.

Share

Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

July 28, 2016 by  
Filed under Berita dan Artikel Pengadaan

sarahsadiqaLKPPLembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyambut positif penerbitan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat kesehatan. Program percepatan yang melibatkan 9 kementerian dan 3 lembaga termasuk LKPP, ditujukan untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri dan alat kesehatan dalam negeri.

Dalam menjalankan instruksi  itu, Deputi Bidang Monitoring, Evaluasi, dan Pengembangan Sistem Informasi Sarah Sadiqa  menuturkan, LKPP saat ini terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan—sebagai otoritas yang mengurusi  bidang kefarmasian dan alat kesehatan—dalam menetapkan arah kebijakan pengadaan di sektor kesehatan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan obat nasional, misalnya, LKPP telah membantu mengkatalogkan obat, baik generic maupun nama dagang, sesuai dengan formularium dan RKO yang diusulkan Kemenkes. “Memang kewenangan itu adalah kewenangan Kementerian Kesehatan. Kami di LKPP sesuai dengan kapasitas kompetensi di (bidang)pengadaan. Jadi, kami akan men-support penuh di (bidang) pengadaannya,” ujar Sarah.

Read more

Share