Pasal 9 – Kuasa Pengguna Anggarat
August 25, 2014 by heldi
Filed under Belajar Perpres 54 tahun 2010
Pasal 9
Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi:
a. PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya menetapkan seorang atau beberapa orang KPA;
b. PA pada Pemerintah Daerah mengusulkan 1 (satu) atau beberapa orang KPA kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan.
Penjelasan Pasal 9
Pertimbangan beban pekerjaan dan rentang kendali dititikberatkan kepada kemampuan PA melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Johan Budi : Jangan Rangkap Jabatan dalam Pengadaan
February 8, 2014 by heldi
Filed under Pengadaan Barang Jasa
Sudah menjadi rahasia umum, sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) merupakan “lahan basah” tempat ‘jamur’ korupsi tumbuh dengan subur. Menurut data dari Indonesia Procurement Watch, sekitar 70 persen praktik korupsi bersumber dari ranah PBJ, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini tentu lebih menarik lagi, kalau kita lihat postur APBN 2013 lalu, dimana pemerintah menganggarkan Rp370 triliun untuk pengadaan barang dan jasa.
Langkah pemerintah untuk membasmi korupsi di sektor ini, diawali dengan membuat sistem dan unit kerja Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Hingga saat ini, LPSE telah diterapkan di 344 instansi pusat dan daerah di 31 provinsi.
Namun, hal ini belum optimal meski sistem online ini sudah diterapkan hampir di semua kementerian dan lembaga. Faktanya, masih ada kasus yang mencuat dari sektor ini. Yang paling anyar, pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten dan kasus pencetakan Al-Quran di Kementerian Agama.
Fungsional Pengadaan Barang & Jasa KPK, Budi Haryanta mengatakan bahwa tujuan dibuatnya LPSE yakni meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat. “LPSE juga memperbaiki tingkat efisiensi yang sebelunya masih menggunakan sistem konvensional,” katanya.
Untuk membangun pengadaan yang kapabel, kata Budi, setidaknya ada enam pilar, yaitu people, process, technology, strategy, governance dan organizational interface. “Tiga pertama itu sangat penting,” tegas Budi. Soal teknologi, sejatinya sudah diterapkan melalui sistem e-procurement lewat LPSE. Begitu pula dengan proses, telah memiliki payung hukum yang jelas dan telah memerinci seluruh tahapan pengadaan itu.
Soal kebocoran korupsi yang masih terjadi seperti dua kasus di atas, Budi menekankan bahwa LPSE hanyalah sebuah perangkat. “Secanggih apapun teknologinya, sekomplet apapun aturannya, sepanjang SDM-nya masih bermasalah, potensi korupsi di pengadaan barang dan jasa akan tetap ada,” katanya. Yang dia sesalkan, pembangunan kompetensi SDM tidak segencar upaya membangun sistem teknologi dan aturan yang ada.
Sebagai pengetahuan, Budi menjelaskan mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan. Pertama, di sebut pengguna anggaran, setingkat menteri (kementerian) atau pimpinan/komisioner (lembaga/badan/komisi Negara). Kedua, kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat yang ditetapkan pengguna anggaran untuk menggunakan APBN. “Kalau di kementerian biasanya dilimpahkan ke sekjen.”
Ketiga, pejabat pembuat komitmen (PPK) yang menetapkan spesifikasi teknis barang atau jasa, harga penetapan sendiri (HPS), serta merancang dan menandatangani kontrak. Keempat, unit layanan pengadaan (ULP) yang akan melakukan pelalangan dari awal sampai akhir.
Yang paling penting, setiap orang tidak boleh rangkap jabatan. “Kalau di KPK tidak ada seperti itu. Harus orang yang berbeda.”
Selain itu, sebagai pejabat pengadaan, kata Budi, juga harus menguasai seluk-beluk barang atau jasa yang dilelang. Ini penting, lanjut dia, sebab, vendor bisa menyetir spesifikasi di luar kebutuhan yang seharusnya sehingga berpotensi terjadinya penggelembungan dana dan ketidakefisienan.
Idealnya, harap Budi, setiap sumber daya yang terlibat dalam pengadaan, haruslah seorang profesional yang fokus pada tugasnya. “Bukan pekerjaan sampingan sehingga tidak bisa maksimal dalam melaksanakan tugas itu. Karena tanggung jawabnya besar,” kata dia.
sumber: kpk.go.id
Kedudukan PA, KPA, PPK, Pejabat Pengadaan, dan PPTK dalam Pengadaan Barang/Jasa
May 17, 2012 by heldi
Filed under Berita dan Artikel Pengadaan
Ada yang bertanya tentang bagaimana peranan PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah dihubungkan dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen); yang terjadi adalah ketika pemeriksaan yang menjadi ujung tombak terdepan adalah PPTK, PPTK seolah-olah harus mempertanggungjawabkan keseluruhan proses kegiatan, sedangkan PPK nya tenang-tenang saja santai di warung kopi… begitu katanya… Apakah demikian? berikut adalah tulisan dari Bapak Denny Yapari dari web nya di hukum kompasiana.com, mudah-mudahan dapat memperjelas posisi PPTK dimana sehingga dalam pertanggungwabannya dapat disesuaikan sebatas wewenang dan kewajibannya.
Oleh: Denny Yapari
http://hukum.kompasiana.com/2012/01/25/kedudukan-pa-kpa-ppk-pejabat-pengadaan-dan-pptk-dalam-pengadaan-barangjasa/
A. PERMASALAHAN
Kedudukan Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam pengadaan barang/jasa di daerah ternyata masih menjadi persoalan besar dan pelik di kalangan aparatur daerah. Bagaimana kriteria dan persyaratan dalam mengangkat pejabat yang bertanggung jawab dan melaksanakan pengadaan barang/jasa berdasarkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sekaligus juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah masih menjadi persoalan.
Adanya PPTK dalam PP Nomor 58 tahun 2005 yang mempunyai fungsi dan kedudukan yang hampir sama dengan PPK dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 masih menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan PPTK yang melaksanakan pengadaan barang/jasa. Demikian pula dengan penetapan PPK dan Pejabat Pengadaan yang disyaratkan mempunyai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikaitkan dengan PNS yang memegang jabatan karier, sehingga bisa saja terjadi konflik internal antar aparatur sebagai akibat adanya pejabat yang secara karier lebih tinggi pangkatnya namun dalam pengadaan barang/jasa tidak bisa bertindak sebagai PPK.
Isu hukum yang muncul dalam permasalahan ini adalah bagaimana kedudukan PA/KPA, PPK, Pejabat Pengadaan dan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan pengelolaan keuangan daerah.
B. SUMBER HUKUM
1. Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur kewenangan Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran.
2. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengatur kewenangan PA/KPA dan PPTK dalam pengelolaan Keuangan Daerah
3. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur kewenangan PA/KPA, PPK dan Pejabat Pengadaan dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah
C. ISU HUKUM
1. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PA dan KPA dalam pengadaan barang/jasa sebagaimana yang diatur dalam PP 58 tahun 2005 dan Perpres 54 tahun 2010
2. Bagaimana kedudukan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan kewenangannya dalam PP 58 tahun 2005
3. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PPK dan Pejabat Pengadaan berdasarkan Perpres 54 tahun 2010 terkait dengan PNS sebagai jabatan karir.
D. ANALISIS
1. a. Kedudukan PA dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 1 Angka 5 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Pengguna Anggaran (PA) sebagai Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Definisi ini mengacu pada definisi PA dalam dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 1 Tahun 2004, karena dalam konsiderans Perpres menyebutkan UU No. 1 Tahun 2004.
Mengenai siapa yang dapat menjadi PA dalam Perpres tersebut tidak disebutkan, sehingga untuk menentukan siapa saja yang dapat menjadi PA adalah dengan melihat aturan pada UU No. 1 Tahun 2004, dimana yang dapat menjadi PA adalah :
a. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan pasal 4 ayat (1);
b. Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 5 ayat (1); (catatan heldi.net : ada yang keberatan dengan pasal ini, coba nanti kita analisa lagi ya…)
c. Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya berdasarkan pasal 6 ayat (1).
Mengenai kewenangan dari PA dalam pengadaan barang/jasa telah cukup jelas di dalam Perpres No. 54 Tahun 2010.
1.b. Kedudukan KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 1 Angka 6 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Sebagaimana definisi PA, definisi KPA tersebut mengacu pada definisi KPA dalam pasal 1 angka 18 UU No. 1 Tahun 2004.
Mengenai siapa yang dapat menjadi KPA tidak diatur, mengingat bahwa definisi KPA adalah pemegang kuasa dari Pengguna Anggaran, karena penetapannya berupa pelimpahan wewenang dengan memberi kuasa maka siapa saja dapat ditetapkan oleh PA sebagai KPA dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan siapa yang akan ditetapkan sebagai KPA pada dasarnya wewenang dari PA, namun demikian dari hasil analisis penulis, khusus untuk Kepala Unit Kerja pada SKPD yang akan ditetapkan sebagai KPA oleh Kepala Daerah harus diusulkan oleh Pengguna Anggaran (dalam hal ini adalah Kepala SKPD) berdasarkan pasal 11 ayat (2) PP No. 58 Tahun 2005 dan penjelasan pasal 5 UU No. 1 Tahun 2004.
Kedudukan KPA harus dilihat sebagai aparatur yang menjalankan kuasa, sehingga kewenangan KPA terbatas berdasarkan khusus pada pelimpahan kewenangan yang diberikan, dengan demikian ketika KPA ditetapkan dalam pengadaan barang/jasa maka kewenangannya pun sesuai dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010. Disamping itu juga KPA bukanlah jabatan, baik secara struktural maupun fungsional, sehingga pertimbangan dalam pemilihan aparatur yang ditetapkan sebagai KPA tidak terikat apakah KPA harus pejabat struktural ataupun pejabat fungsional. Pertimbangan yang baik dapat berdasarkan pada tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat (3) PP No. 58 Tahun 2005.
2. Kedudukan PPTK dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 1 Angka 16 PP No. 58 Tahun 2005 menyatakan bahwa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Berdasarkan pasal 12 ayat (1) PP No. 58 Tahun 2005, PA/KPA menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK untuk melaksanakan program dan kegiatan, dengan tugas mencakup (pasal 12 ayat 2):
- mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
- melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
- menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Dengan demikian PPTK bertanggung jawab kepada pejabat PA/KPA (pasal 13 ayat 2). Pemilihan PPTK berdasarkan pada pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya (Pasal 13 ayat 1). Berdasarkan uraian diatas, PPTK merupakan pelaksana sekaligus penanggung jawab kegiatan di unit kerja SKPD.
Pengadaan barang/jasa adalah salah satu kegiatan di Kementerian/Lembaga/SKPD/Instansi sehingga berdasarkan ketentuan ini PPTK berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Namun demikian dengan adanya Perpres No. 54 Tahun 2010, maka ketentuan yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa menjadi khusus berdasarkan asas preferensi hukum “Lex Specialis Derogat Legi Generali” yang berarti bilamana terdapat 2 (dua) peraturan/ketentuan yang sederajat (sejajar) dalam hierarki perundang-undangan dan mengatur hal yang sama, dimana yang satu lebih bersifat khusus dan yang lain bersifat umum, maka ketentuan yang lebih bersifat khusus yang diberlakukan[1].
Perpres No. 54 Tahun 2010 mengatur bahwa penanggung jawab dalam kegiatan pengadaan barang/jasa adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sedangkan pelaksananya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan / Pejabat Pengadaan, tidak ada kewenangan yang diatur dan diberikan kepada PPTK dalam pengadaan barang/jasa. Kedudukan PPTK dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (3) Perpres No. 54 Tahun 2010 yaitu sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan barang/jasa. Jadi jelas PPTK yang berada dalam Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi tidak mempunyai kewenangan dalam pengadaan barang/jasa.
Bagaimana dengan PPTK yang merangkap sebagai PPK? Karena tidak ada larangan maka hal tersebut diperbolehkan, dengan syarat bahwa dalam kapasitas sebagai PPK, aparatur tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai seorang PPK. Tidak dapat dikatakan bahwa seorang PPTK karena mempunyai kewenangan sebagai pelaksana dan penanggung jawab di SKPD maka dapat menjabat sebagai PPK walaupun kriteria aparatur tersebut tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sebagai seorang PPK.
3. Kedudukan PPK dan Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 1 Angka 7 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Dari definisi tersebut jelas bahwa dalam pengadaan barang/jas PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pejabat pengadaan adalah pejabat yang melaksanakan, kedudukan Pejabat Pengadaan secara fungsi sama dengan ULP.
PPK dan Pejabat Pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010. Penetapan PPK dilakukan berdasarkan persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 12 ayat (2) dan ayat (3), yaitu :
- memiliki integritas;
- memiliki disiplin tinggi;
- memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
- mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
- menandatangani Pakta Integritas;
- tidak menjabat sebagai pengelola keuangan (dalam penjelasan disebutkan yang dimaksud pengelola keuangan disini yaitu bendahara/verifikator/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar); dan
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
- berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
- memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
- memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
- Khusus untuk PPK di daerah berdasarkan pasal 127 huruf c yang mengatur ketentuan masa transisi menentukan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2012 wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa
Persyaratan untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan adalah berdasarkan pasal 17 ayat (1), yaitu :
- memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
- memahami pekerjaan yang akan diadakan;
- memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
- memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;
- tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;
- memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan
- menandatangani Pakta Integritas.
Berdasarkan aturan persyaratan tersebut jelas bahwa baik PPK maupun Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun fungsional), keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk kepentingan khusus, dalam hal ini untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di Pemerintahan. Tidak ada persyaratan lain yang diatur ataupun ruang yang diberikan untuk persyaratan tambahan bagi PPK ataupun Pejabat pengadaan karena tujuan adanya persyaratan tersebut bukan mencari aparatur daerah yang sudah senior atau mencari aparat daerah yang pangkatnya tinggi atau golongannya yang tinggi serta bukan pula bertujuan jabatan tersebut disesuaikan dengan jenjang kepangkatan yang ada. Sebagaimana tersirat dalam Penjelasan Perpres No. 54 Tahun 2010, aparatur yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa dituntut merupakan seorang yang profesional dan tidak berpihak (independen) agar dapat menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Hasil akhirnya adalah penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus efisiensi dan efektif, dengan demikian diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Kedudukan PNS yang memegang jabatan karir secara struktural dan fungsional adalah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PNS. Dengan demikian ketika aparatur di daerah menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan walaupun kewenangan yang diberikan Perpres cukup besar namun terbatas hanya dalam pengadaan barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. KESIMPULAN
Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah :
a. Menteri/pimpinan lembaga bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah; (catatan heldi.net : ada yang keberatan dengan pasal ini, coba nanti kita analisa lagi ya…)
c. Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya.
Kuasa Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah pemegang kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki kewenangan berdasarkan kepada pelimpahan wewenang yang diberikan dalam kuasa. Kewenangan KPA dalam pengadaan barang/jasa sama dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010.
Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak memberikan kewenangan kepada PPTK yang berada dalam Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi dalam pengadaan barang/jasa. PPTK dapat bertindak sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK.
PPK maupun Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun fungsional), keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di Pemerintahan. Aparatur yang menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan walaupun mempunyai kewenangan yang cukup besar berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 namun kewenangan tersebut terbatas hanya dalam pengadaan barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS yang memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak ada PPK maka KPA tidak perlu bersertifikat
February 11, 2012 by heldi
Filed under Berita dan Artikel Pengadaan
Sumber : Ikak. G.P (http://ikakgp.blogspot.com/)
Apakah KPA yang tetap memegang kewenangan PPK harus bersertifikat ahli pengadaan? Jawabnya tidak perlu.
Kalau kita baca Pasal 6 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja.
Pasal 5 dan penjelasannya mengatur bahwa Gubernur/bupati/ walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah menetapkan KPA, berdasarkan usulan PA yang bersangkutan. Lebih lanjut, PA pada Pemerintah Daerah bertanggung jawab secara formal dan material kepada gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya (Pasal 54 ayat (1)). Selanjutnya, KPA juga bertanggung jawab secara formal dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya (Pasal 54 ayat (2);
Berikutnya, Pasal 17 ayat (2) Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, PA/KPA berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan (dijelaskan pula dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 10 huruf g. bahwa pejabat pengguna anggaran/ pengguna barang daerah mempunyai tugas dan wewenang antara lain mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan).
Dalam pengadaan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 8 ayat (1) huruf c mengatur bahwa PA memiliki tugas dan kewenangan menetapkan Pejabat Pembuat komitmen (PPK).
Pasal 12 ayat (1) mengatur bahwa PPK merupakan pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dan untuk ditetapkan sebagai PPK, seseorang harus memenuhi persyaratan diantaranya adalah memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa (Pasal 12 ayat (2) g.).
Dengan demikian, PA/KPA wajib menetapkan PPK dan apabila tidak ada personil yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai PPK, maka PA/KPA harus melakukan sendiri tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja dan fungsi-fungsi lain dari membuat komitmen yang berdasarkan Perpres 54/2010 sudah menjadi tugas PPK;
Dalam hal seperti ini, PA/KPA yang melakukan sendiri tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja dan fungsi-fungsi lain dari membuat komitmen atau “merangkap” sebagai PPK tidak wajib bersertifikat;
Dalam hal APBD, PA pada Pemerintah Daerah bertanggung jawab secara formal dan material kepada Gubernur/Bupati/Walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya, maka dalam hal terdapat keterbatasan aparatur yang memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa maka PA dapat mengusulkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota seorang KPA untuk bertindak tetap menjalankan fungsi PPK. Hal ini terutama jika KPA dimaksud berada 1 (satu) jenjang struktur di bawahnya.
Dalam hal APBN, KPA bertanggung jawab kepada PA (UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 4 ayat (2) huruf b dan 54 ayat (2)), maka KPA tidak wajib bersertifikat walaupun KPA tsb melakukan sendiri fungsi membuat komitmen,.
Namun demikian PA/KPA yang merangkap sebagai PPK “dapat dianggap” tidak melaksanakan tugasnya untuk menetapkan PPK atau melanggar ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 8 ayat (1) huruf c.
Tentang Ikak G.P.
Ikak G. Patriastomo
mempromosikan dan merintis penerapan e-procurement di Indonesia sejak dalam rangka pengembangan e-procurement nasional pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (http://www.lkpp.go.id). Mulai berkarir di Bappenas sejak 1994 menggeluti pengelolaan pinjaman luar negeri dan pengembangan kebijakan good governance. Sejak tahun 2000, mulai mendalami pengadaan barang/jasa dan pengembangan kebijakan pengadaan serta menyusun Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pernah aktif di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sebagai wakil dari unsur Pemerintah sampai tahun 2011. Tahun 2008 ikut mendirikan Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI), suatu organisasi profesi di bidang pengadaan dan sejak tahun 2010 menjabat Ketua.
http://ikakgp.blogspot.com/
Permendagri 21/2011 vs Perpres 54/2010
January 18, 2012 by heldi
Filed under Pengadaan Barang Jasa
Pertama ini adalah judul yang “salah”, tidak bisa peraturan di persus-persus kan, sehingga dengan keluarnya surat edaran bersama (SEB) Nomor 027/824/SJ dan I/KA/LKPP/03/2011 antara Mendagri Gamawan Fauzi dan Kepala LKPP Agus Rahardjo yang berisi pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka jelas sudah bahwa:
1. Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka PA menunjuk KPA yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK;
2. Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA (Kepala Desa/Lurah/Camat) bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dengan demikian Pengguna anggaran yang dapat menandatangani kontrak adalah PA untuk tingkat kecamatan/kelurahan. Sedangkan penandatanganan kontrak untuk unit kerja di pemerintah daerah didelegasikan kepada PPK atau KPA, bukan dilakukan oleh PA.
SEB ini mengingatkan kejadian jaman dahulu, ketika saya pernah menjadi ketua lelang, dimana para kabid tidak mau menjadi PPK sehingga yang berlaku menjadi PPK adalah kepala dinas (PA), dengan SEB ini maka dengan SEB ini menguatkan bahwa sudah jelas seharusnya para Kabid/Kabag (eselon III)-lah yang harus menjadi PPK, Level middle management sudah seharusnya menanggung beban tanggung jawab dalam suksesnya pelaksanaan pekerjaan pada suatu instansi, sedangkan kepala dinas/kantor mempertanggungjawabkan secara keseluruhan instansi yang dipimpinnya.
Kemudian apakah harus bersertifikat pengadaan barang/jasa? ya pasti harus, karena ini kan terkait dengan pengadaan barang/jasa, bagaimana mungkin bisa bekerja dengan baik dan benar kalau tidak menguasai ilmu pengadaan barang/jasa?melalui SEB ini juga menguatkan bahwa memang untuk pengadaan barang/jasa diperlukan PPK yang persyaratannya ada dalam perpres 54/2010.
Jadi antara permendagri nomor 59 tahun 2007 dengan perpres 54/2010 saling menguatkan, bahwa level middle management-lah (KPA) yang harus menjadi pimpro eh PPK dan seorang PPK tentunya harus mempunyai keahlian dalam melaksanakan pekerjaannya, maka harus bersertifikat sesuai P54.
Tapi di lapangan banyak KPA yang belum bersertifikat Ahli Pengadaan Barang/Jasa, nah ini kembali ke laptop, ada beberapa kasus bisa terjadi seperti ini:
1. Motivasi, memang tidak ingin lulus.
2. Kemampuan yang sudah tidak bisa di upgrade, maklumlah yang namanya DUK di daerah adalah singkatan dari Daftar Urut Kedekatan.
Saya kira dua hal ini adalah tugas para kepala daerah untuk mengatasinya, kalau ada keinginan untuk mengatasinya saya yakin bukan hal yang sulit 🙂
Kalau sudah ada motivasi tapi masih belum lulus juga, karena katanya karena soal ujiannya sulit, saya kira sudah banyak sekali instruktur Pengadaan alumni TOT LKPP yang dapat diberdayakan (300 lebih), tinggal kontak saja mereka dan bisa dikoordinasikan untuk mengadakan bimbingan teknis di daerah masing-masing, sedangkan ujian bisa dilakukan di LKPP via komputer, atau bahkan banyak event organiser di jakarta yang setiap beberapa bulannya ada jadual untuk ujian PBJ.
Berikut adalah lampiran dari data base konsultansi di website lkpp:
http://www.konsultasi.lkpp.go.id/index.php?mod=viewP&idP=109
Berdasarkan UU No 1/ 2004 KPA/PA berwewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja atau menandatangani kontrak. Menurut Perpres tersebut PPK merupakan salah satu perangkat organisasi yang harus dibentuk. PA/KPA mendelegasikan kewenangan tersebut antara lain menandatangani kontrak kepada PPK untuk memudahkan check and balance dalam proses pengadaan.
Berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP nomor : 1/KA/LKPP/03/2011 tanggal 16 Maret 2011, Khusus untuk pemerintahan Daerah Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran (PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemeritah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Neger Nomor 59 Tahun 2007, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka PA menunjuk KPA yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK;
Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA (Kepala Desa/Lurah/Camat) bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dengan demikian Pengguna anggaran yang dapat menandatangani kontrak adalah PA untuk tingkat kecamatan/kelurahan. Sedangkan penandatanganan kontrak untuk unit kerja di pemerintah daerah didelegasikan kepada PPK atau KPA, bukan dilakukan oleh PA.
Untuk pengadaan barang/jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka:a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang PA/KPA untuk menandatangai kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005.Menurut aturan yang ada di pasal 7 Perpres 54 Tahun 2010 yang menandatangani kontrak adalah PPK, PA tidak menandatangani kontrak. Dalam hal PA tidak mengangkat PPK namun hanya KPA sebagai-mana Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP Nomor : 1/KA/LKPP/03/2011 tanggal 16 Maret 2011, maka KPA bertindak sebagai PPK yang dimaksud dalam Perpres 54 Tahun 2010. Dalam hal ini KPA sama dengan PPK, harus bersertifikat.
Sebagai informasi PPK pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota baru wajib memiliki sertifikat keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012 (pasal 127 huruf b). PPK pada tahun 2011 pada instansi pemerintah pusat diwajibkan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.
PPK pada suatu dinas/instansi dapat berjumlah lebih dari satu orang, disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali. Tim pendukung dan tim teknis yang dapat dibentuk oleh PPK dalam rangka membantu kerja PPK. Tim teknis tersebut dapat berasal dari satker (unit kerja) yang bersangkutan atau dari instansi teknis terkait, misalnya Dinas PU untuk pekerjaan konstruksi.
Pejabat pengadaan dapat melakukan transaksi pada pengadaan barang dengan pengadaan langsung. Namun proses pembayaran tetap dilakukan oleh PPK sebagai pejabat yang diberikan tugas/wewenang untuk menandatangani kontrak, antara lain pengesahan tanda bukti pembayaran.
Penetapan PPK dilakukan melalui SK Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (Pasal 8 ayat (1) huruf c dan pasal 12 ayat 1)PPTK diperkenankan sebagai panitia lelang karena didalam Perpres No.54 Tahun 2010 tidak PPTK tidak termasuk kedalam organisasi pengadaan. PPTK dilarang menjadi panitia pengadaaan bila pejabat tersebut ditunjuk pula menjadi PPK, yaitu pejabat berhak melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja yang menandatangani kontrak dan bukti pembayaran.
Sesuai dengan ketetapan di Perpres No.54 Tahun 2010 pasal 8 ayat (1) huruf f angka 2 dinyatakan bahwa tugas dan wewenang PA adalah menetapkan pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sedangkan nilai pengadaan yang berada dibawah nilai tersebut dilakukan oleh Panitia/Pokja ULP.
Berdasarkan ketentuan diatas semestinya penetapan pemenang untuk jasa konsultasi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) ditetapkan oleh PA. Tetapi dipasal 10 ayat (4) dinyatakan bahwa KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA. Sehingga jika pelimpahan tugas dan wewenang yang dilimpahkan kepada KPA termasuk wewenang untuk penetapan pemenang lelang, maka KPA dapat menetapkan pemenang untuk Penyedia Jasa konsultansi dengan nilai dimaksud.Berdasarkan Perpres No.54 Tahun 2010 penandatanganan kontrak cukup dilakukan oleh PPK sebagai pihak yang mendapatkan delegasi kewenangan PA/KPA, sehingga sebenarnya tanda-tangan PA/KPA tidak diperlukan lagi.
PA dapat melakukan pembatalan lelang bila terjadi perubahan atau penghapusan anggaran.
Artikel lainnya:
sumber: http://inspektoratsulsel.org/
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
Merujuk pada beberapa peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa dan pengelolaan keuangan daerah, dimana dijelaskan bahwa yang menetapkan / menunjuk PPTK dan PPK terdapat perbedaan, seperti dijelaskan dalam Perpres No.54 Tahun 2010 bahwa PPTK adalah sebagai salah satu tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk melaksanakan program /kegiatan SKPD di lingkungannya.
Hal ini berbeda dengan penjelasan Permendagri No 3 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran dilingkungan Depdagri pasal 7 dijelaskan bahwa KPA menetapkan PPK, PPTK, serta pejabat yang tugasnya melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM, bendahara pengeluaran; panitia dan/atau pejabat pengadaan barang/jasa.
Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 13 Permendagri Nomor 3 tahun 2011 bahwa PPTK ditetapkan oleh Pejabat Struktural satu tingkat di bawahnya dan dalam unit kerja yang sama dengan pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (diangkat oleh PPK) yang ditunjuk oleh kepala SKPD.
Dari uraian diatas, dapat difahami bahwa PPTK yang dimaksud dalam PP. No. 58 tahun 2005 dan Pasal 12 Permendagri No. 13 tahun 2006 dan perubahannya, adalah Pejabat yang ditunjuk oleh PA/KPA untuk melaksanakan sebagian kewenangan Pengguna Anggaran dengan tugas mengendalikan secara Teknis dan Administratif terhadap pelaksanaan Kegiatan. Sedangkan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) diatur dalam Perpres No.54 Tahun 2010 adalah Pejabat yang bertanggungjawab atas Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan mendapat limpahan sebagian kewenangan dari KPA/PA pada Bidang Pengadaan Barang dan Jasa.
Selanjutnya PPTK dalam melaksanakan tugas pokoknyanya pada prinsipnya merupakan Asisten Teknik artinya PPTK itu adalah pembantu PA/KPA/PPK untuk melaksanakan kegiatan di SKPDnya dan bertanggung jawab atas kemajuan dan kesuksesan kegiatan di lapangan. Karena keterlibatan dan tanggungjawab PPTK dalam pelaksanaan kegiatan besar, maka seyogianya PPTK ikut terlibat dalam pengaturan, pengendalian dan pengalokasian dana pada kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dengan cara ikut bertanggungjawab dan menandatangani laporan kemajuan fisik kegiatan, serta diberikan wewenang penuh untuk menegur pihak pelaksana yang lalai dan lamban dalam menjalankan tugasnya yang akan ddijadikan bahan laporan pertanggungjawaban pada PA/KPA.
Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku PA/KPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) huruf b). UU No. 1 Tahun 2004, Wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan kontrak. PPTK dapat juga berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK. Namun bilamana PPTK tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK.
Selanjutnya penjelasan SE Bersama Mendagri Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP No. 1/KA/LKPP/03/2011 tanggal 16 Maret 2011, dimana Pemerintah Daerah dalam Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang sebagai PPK, PA/KPA, serta PPTK, sesuai yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan PP No. 58 Tahun 2005 jo. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, maka hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah :
(1) Dalam hal Pengguna Anggaran (PA) belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka :
a. PA menunjuk KPA
b. KPA bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.
c. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK
(2) Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010;
(3) Untuk pengadaan barang/jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya Surat Edaran Bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka:
a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang sebagai PA/KPA untuk menandatangai kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005
Untuk Informasi lebih lanjut bahwa PPK pada Pemerintah Prov/Kab /Kota baru, wajib memiliki sertifikat keahlian PBJ paling lambat 1 Januari 2012 (pasal 127 huruf (b) Pepres Nomor 54 Tahun 2010). PPK tahun 2011 pada instansi pemerintah pusat diwajibkan memiliki sertifikat keahlian PBJ. Sedangkan PPK di pemerintah daerah baru wajib bersertifikat tahun 2012.
Bahwa PPK SKPD dapat berjumlah lebih dari satu orang, disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali. Tim pendukung dan tim teknis dapat dibentuk oleh PPK dalam rangka membantu tugas PPK. Tim teknis tersebut dapat berasal dari SATKER (unit kerja) yang bersangkutan dan atau dari instansi teknis terkait, misalnya Dinas PU untuk pekerjaan konstruksi.
Pejabat pengadaan dapat melakukan transaksi pengadaan barang dengan pengadaan langsung. Namun proses pembayaran tetap dilakukan oleh PPK sebagai pejabat yang diberikan tugas/wewenang untuk menandatangani kontrak, tujuannya antara lain pengesahan tanda bukti pembayaran dan pertanggungjawaban keuangan.
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat PA/KPA berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (2) huruf b). Wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan kontrak.
PPTK dapat berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK. Namun bilamana tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK.
======================
curhat penulis:
Menurut saya masalahnya adalah pada:
1. Pejabat yang sudah bersertifikat tapi tidak mau jadi PPK
2. PNS yang mengikuti bimtek/diklat PBJ, tapi tidak mau lulus ujian sertifikasi.
Kalau 2 masalah itu terselesaikan, maka tidak akan ada masalah tentang PPK bersertfikat atau tidak… 🙂
Salam Pengadaan dari Bogor
Penerapan Perpres 54/2010 dalam Rumah Tangga
April 1, 2011 by heldi
Filed under Pengadaan Barang Jasa
Berikut adalah catatan dari blog teman saya sesama instruktur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu om Guskun yang ada di www.guskun.com
Dalam salah satu kelas Pengadaan di Surabaya, 10 Maret 2010, ada pertanyaan sederhana dari peserta mengenai gambaran pembagian tugas Para Pihak sebagaimana diatur dalam Perpres 54/2010 dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah pertanyaan sederhana, substansial, dan spontan yang tidak pernah saya duga dan tidak saya pelajari sebelumnya. Sebagai pengajar, untuk menjaga kepercayaan peserta Diklat, saya tidak boleh menyerah begitu saja. Otak harus berpikir cepat, momentum tidak boleh hilang.
Seketika muncul ide, menggambarkan pembagian kewenangan menurut Perpres 54/2010 dalam rumah tangga. Suami sebagai KPA, Istri sebagai PPK dan Asisten (PRT) sebagai Pejabat Pengadaan. GREAT !!!!
Sebagai KPA dalam rumah tangga, Suami berwenang menentukan KEBIJAKAN UMUM rumah tangganya, menentukan TUJUAN rumah tangga dan bagaimana tujuan akan dicapai. Sebagai konsekwensi dari KPA Rumah Tangga, Suami wajib MEMBERIKAN PAGU BELANJA kepada istrinya. Jika suami ingin makan rawon misalnya, cukup bilang ke Istrinya agar masak rawon, tanpa perlu tahu apa bumbu-bumbunya.
Istri, adalah PPK dalam rumah tangga. Setelah menerima PAGU BELANJA dan mengetahui keinginan suami, misalnya masak rawon. Istri harus mampu menentukan SPESIFIKASI TEKNIS dan rician BAHAN yang harus dibeli untuk memasak rawon. Tidak hanya itu, Istri juga harus mampu menentukan HARGA PERKIRAAN SENDIRI untuk memasak rawon yang diinginkan suaminya. Jika pagu belanja yang diberikan suaminya tidak cukup, Istri bisa meminta tambahan pagu ke suaminya atau merubah jenis masakan menyesuaikan dengan pagu yang tersedia. Artinya, PPK bisa mengusulkan perubahan kepada KPA.
Selanjutnya Istri memberitahukan SPESIFIKASI TEKNIS dan HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) yang sudah dibuatnya kepada Asisten (PRT). Biasanya tidak semua pagu dihabiskan menjadi HPS. PPK yang baik sudah memperhitungkan jika suatu saat perlu pekerjaan tambah. Saatnya PRT bertindak sebagai PEJABAT PENGADAAN. Berbekal catatan yang diterimanya dari PPK, PRT pergi ke pasar. Banyak penjual di pasar, Pejabat Pengadaan bebas berbelanja pada penjual yang mana. PRT perlu membandingkan harga antar penjual dan beli di penjual yang harganya paling murah. Jangan sekali-kali PRT berbelanja barang yang tidak ditentukan oleh sang Istri, jangan sekali-kali PEJABAT PENGADAAN melakukan pengadaan yang tidak ditentukan oleh PPK. Sebagaimana PRT mengembalikan uang kembalian sisa belanja ke Istri, maka PEJABAT PENGADAAN juga tidak harus menghabiskan semua dana yang tersedia. Semakin hemat, semakin baik, dengan catatan apa yang ditentukan PPK bisa dilaksanakan semua.
Selesai ! Itulah gambaran sederhana proses Pengadaan dan hak kewajiban masing-masing pihak.
=====
Demikian cerita dari blog om guskun semoga bermanfaat untuk lebih mudah memahami tentang peranan dan fungsi dari pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan barang jasa pemerintah. Namun ada satu penjelasan tambahan yang belum diungkap atau dijelaskan dalam blog om guskun, yaitu bahwa PA/KPA dapat mengangkat lebih dari satu PPK bila diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan/jenis paket pekerjaannya….
so kata om guskun pada penjelasannya di acara TOT essential procurement; bahwa suami selaku KPA/PA dapat memiliki istri atau PPK lebih dari 1 (satu) sesuai dengan kebutuhan keluarganya, tetapi PPK tidak boleh memiliki beberapa PA/KPA…. okelah kalau begitu om guskum 🙂
Terima kasih atas penjelasannya om gus… salam pengadaan dari bogor