\n

Pejabat Daerah Takut Jadi Panitia Pengadaan

August 20, 2016 by  
Filed under Kasus Pengadaan

Memang sudah seharusnya takut ya, kenapa harus takut? karena:
– Masih adanya kriminalisasi terhadap kasus kasus pengadaan yang murni administratif selalu di bawa ke ranaha pidana.
– Proses pengadaan selalu diintervensi dengan kepentingan kepentingan politis.
– Pengadaan tidak dilakukan oleh ahlinya, pejabat jadi PPK hanya bermodal sertifikat keahlian dasar PBJ, apakah cukup ahli?
– Para pihak tidak menjunjunga tinggi prinsip dan etika pengadaan, bahkan mungkin tidak tahu apa itu prinsip dan etika pengadaan
– Para pembuat kebijakan tidak kompak menyelaraskan aturan aturan yang bersinggungan dengan pengadaan. Masing masing bergeming pada ego sektoral masing-masing yang berakibat pada terjadinya ekosistem pengadaan yang tidak sehat.
– Kesejahteraan para pelaku pengadaan kurang diperhatikan, jafung PBJ berapa honornya coba? pasti takut lah… takut tidak bisa “makan”.
– Pasti takut karena pembinaan terhadap penyedia masih lemah. di konstruksi coba berapa persen pemborong daerah yang bagus? di pengadaan barang, bagaimana pembinaan usaha kecilnya? di konsultan, bagaiamana nasib tenaga ahlinya? minta S2 dan S3 pegalaman 10 tahun apa ada? Jasa lainnya… hampir tidak tersentuh…
– Pembinaan Sumber Daya… berkutat pada belajar aturan aturan yang pada prakteknya terbentur dengan multitafsir dan multi dimensi dengan sektor lainnya, harusnya kuatkan di keilmuan pengadaannya terlebih dahulu.
– dll silahkan tambahkan di komentar di bawah ya…
takut
Contoh kasus:
Pejabat Daerah Takut Jadi Panitia Pengadaan
sumber: http://www.koran-jakarta.com/pejabat-daerah-takut-jadi-panitia-pengadaan/
anyaknya berita soal pejabat yang tersangkut korupsi, sedikit banyak mempengaruhi pembangunan di daerah. Sejumlah pejabat di daerah takut menjadi panitia pengadaan karena mereka tidak ingin nanti tersangkut masalah hukum.

“Banyak pejabat abdi negara yang takut jadi panitia pengadaan. Mereka takut masuk penjara, salah satunya karena memang berita gaduh yang terekspose di media menjadi kekhawatiran juga,” kata asisten bidang pengawasan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng), Timbul Tamba, di Semarang Kamis (18/8).

Hal itu disampaikan Timbul pada diskusi bertema Penegakan Hukum Tanpa Kegaduhan yang digelar Forum Jurnalis Kejaksaan Tinggi (FJKT) Jateng. Dalam diskusi yang dikemas Nyoto Bareng Cak Sugeng dan sekaligus pengukuhan FJKT Jateng itu dibuka Wakil Kepala Kejati Jateng Sulijati. Hadir pembina FJKT, Asisten Bidang Intelijen Kejati Jateng, J Hendrik P. Menurut Timbul, berita yang berpotensi menimbulkan gaduh itu juga memengaruhi pembangunan di daerah.

Hal ini karena masih minimnya dana pembangunan infrastruktur terutama proyek strategis nasional. “Namun, kita punya Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) yang mendampingi dalam proyek yang memang harus hati-hati dalam prosesnya mulai dari lelang supaya bisa sampai ke masyarakat,” kata Timbul.

Seperti diketahui, pemberitaan media massa terkait kasus hukum secara gencar dan masif dinilai dapat menimbulkan suatu kegaduhan. Presiden Jokowi pernah menekankan untuk tidak mengekspos segala kasus ke media sebelum tingkat penuntutan. Namun, tidak sedikit yang menganggap hal ini membatasi media, khususnya jurnalis dalam mendapatkan keterbukaan informasi dari aparat penegak hukum.

Asas Kemanfaatan
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Amir Machmud, menyebutkan kegaduhan itu terkadang diperlukan karena tanpa gaduh maka tidak ada pembelajaran, khususnya dalam mengawal penegakan hukum.

Dalam hal ini perlu ditekankan satu asas kemanfaatan bagi pembaca dengan mengedepankan rambu etis sebagai jurnalis. “Instruksi presiden bisa digarisbawahi sebagai jalan tengah.

Namun, jika kita menangkap ada muatan pesan secara berlebihan ini yang saya kira kita bisa memandang sebagai celah normatif,’’ ujar Amir dalam acara yang dihadiri berbagai elemen hukum mulai dari akademisi, advokat, notaris, hakim dan sejumlah komunitas pemerhati korupsi.

Dosen Fakultas Hukum Undip, Umi Rozah, menambahkan perlunya menghargai asas praduga tak bersalah dalam satu pemberitaan. Tidak semua informasi bisa disampaikan ke publik mengacu pada pertimbangan keamanan dan kemungkinan bisa membahayakan informan atau pelapornya.

Share

Tugas Pejabat Pengadaan bukan hanya Negosiasi

September 20, 2015 by  
Filed under Pengadaan Barang Jasa

Tugas Pejabat Pengadaan

sing sabar we

Pada intinya sebenarnya pejabat pengadaan itu sama dengan pokja ULP, sama sama bertugas melakukan proses pemilihan penyedia. Pejabat Pengadaan melakukan pemilihan penyedia untuk proses  Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung sd nilai 200 juta dan ekatalog. Terkait luasan wewenang Pejabat Pengadaan berikut adalah pasal pasal dalam Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya yang mengatur hal tersebut, yaitu:

1.    Metode Pemilihan Penyedia yang menjadi kewenangan Pejabat Pengadaan.
Pasal 1 angka 9
Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung dan E-Purchasing.

2.    Batasan nilai yang menjadi kewenangan Pejabat Pengadaan
Pasal 16
(1) Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja36 ULP atau Pejabat Pengadaan.
(2) Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan.
(3) Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

3.    Tugas pokok dan kewenangan Pejabat Pengadaan
Tugas Pejabat Pengadaan SAMA DENGAN tugas Pokja ULP, tertera pada pasal 17 ayat 2, yang menyatukan tugas pokok dan kewenangan Pokja ULP dengan Pejabat Pengadaan.

Pasal 17 Ayat 2
(2) Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/ Pejabat Pengadaan meliputi:
a. menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/ Jasa;
b. menetapkan Dokumen Pengadaan;
c. menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran;
d. mengumumkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di website Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi44 masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional;
e. menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi;
f. melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk;
g. khusus untuk Kelompok Kerja  ULP:

h. khusus Pejabat Pengadaan:
1) menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:
a) Pengadaan Langsung48 atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); dan/atau
b) Pengadaan Langsung atau Penunjukan Langsung50 untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2) menyampaikan hasil Pemilihan dan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK;
3) menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA; dan
4) membuat laporan mengenai proses Pengadaan kepada PA/KPA.
i. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA.

Jadi terjawab sudah pertanyaan ; apa sih tugas dari Pejabat Pengadaan ini?
Lingkup tugas Pejabat Pengadaan seperti Pokja ULP yaitu MELAKUKAN PEMILIHAN PENYEDIA  dengan batasan nilai dan metode pada:
1.    Pengadaan Langsung.
2.    Penunjukan Langsung sd. 200 Juta
3.    E-Katalog

Nah sekarang bagaimana praktek di dunia nyata pengadaan? Ternyata sekarang ini ternyata Pejabat Pengadaan lebih sering menjadi negosiator dan perumus kontrak untuk di tanda tangan oleh PPK. Pemilihan Penyedia yang merupakan tugas pokok Pejabat Pengadaan malah seringkali dilakukan oleh User atau Pihak turunan dari Pengguna Anggaran atau bahkan PPK nya. Jadi tiba tiba entah darimana juntrungannya Pejabat Pengadaan disodori penyedia yang sudah di pilih oleh pihak lain (PPK, User atau turunan Pengguna Anggaran seperti kepala seksi, kabid atau lainnya) selanjutnya Pejabat Pengadaan disuruh melakukan negosiasi dan membuat kelengkapan administrasinya.

Melalui tulisan ini, mudah mudahan para pihak yang merasa terbiasa melakukan perbuatan ini, entah karena tidak mengerti, atau hanya sekedar mengikuti kebiasaan lama, atau merasa berkuasa karena punya anggaran, atau karena punya kekuasaan jabatan atau bahkan karena merasa pang pinter na sedunia ini, semoga dapat menyadari dan merubah kebiasaan tersebut, bahwasannya apabila akan melakukan pengadaan langsung, penunjukan langsung atau e-katalog dengan menggunakan pejabat pengadaan, maka silahkan PPK memberikan HPS, spek barang/jasa yang dibutuhkan, serta draft kontraknya kepada Pejabat Pengadaan untuk dilakukan pemilihan penyedianya. Kalau mau ikut melakukan pemilihan penyedia yang silahkan berkoordinasi dengan baik ke Pejabat Pengadaannya, bukan malah menelikung tugas mereka, ya namanya juga orang pintar ya minumnya tolak angin ya, jadi saja Pejabat Pengadaannya masuk angin ya, mending kalau ada pres ker, coba kalau tidak ada fresh care… tambah koordinasi jelek, tambah JP kurang… bisa sakit jiwa tuh.. haha lebay 🙂

Contoh:
–    Pengadaan langsung konstruksi, jangan ujug ujug menyodorkan CV atau perusahaan anu atau bahkan si A, si B yang akan dijadikan penyedia pelaksana konstruksi tanpa dilakukan proses pemilihan penyedia oleh pejabat pengadaan. Nih kang tolong dinegosiasi dan dibuatkan kontraknya ya buat CV.  Kabayan 🙂
–    Pengadaan Langsung Konsultan Perseorangan (terutama), entah kapan penilaiannya, entah kapan undangannya, entah kapan wawancaranya, ujug ujug saja, ini pa tolong di eksekusi ada pegawai baru untuk administrasi, kalau bisa harus besok ya mulai kerja… loh loh loh… 😉

Kalau memang belum mengerti pengadaan tolong baca dulu perpres nya ya, soalmya maklumlah Pejabat Pengadaan nya teu bodo bodo acan… ya wayah na jang… sing sabar we… kumaha deui atuh da… 🙂

Share

Pasal 16 – ULP dan Pejabat Pengadaan

August 25, 2014 by  
Filed under Belajar Perpres 54 tahun 2010

Pasal 16
(1) Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan .
(2) Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan .
(3) Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

Share

PPTK menjadi Pejabat Pengadaan

February 27, 2013 by  
Filed under Pengadaan Barang Jasa

Apakah PPTK boleh jadi Pejabat Pengadaan untuk melakukan pengadaan langsung di dinas atau SKPD mereka?

pertanyaan ini sering muncul baik dari teman-teman di dinas atau pun dari sahabat-sahabat peserta bimbingan teknis pengadaan barang/jasa, untuk itu kita runut dari masing-masing sudut pandangnya ya…

pertama tentang pejabat pengadaan yang ada di perpres 54/2010 dan 70/2012 pasal 17 ayat (7) yaitu: (pasal ini sudahotomatis include dengan pejabat pengadaan karena pada intinya pejabat pengadaan pada dasarnya sama dengan kelompk kerja ulp)

(7) Kepala ULP dan Anggota Kelompok Kerja ULP dilarang duduk sebagai:

a. PPK;
b. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM);
c. Bendahara; dan
d. APIP, terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/ anggota ULP untuk Pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya.

dalam pasal ini tidak ada istilah PPTK, istilah PPTK dalam perpres 54/2010 dan 70/2012 hanya ditemukan pada penjelasan pasal 7 ayat (3) yaitu:

penjelasan pasal 7 Ayat (3)
Tim pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Tim pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, konsultan pengawas, tim Pelaksana Swakelola, dan lain- lain. PPK dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK.

dari dua pasal tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan perpres 54/2010 dan 70/2012 tidak ada pelanggaran apabila PPTK menjadi Pejabat Pengadaan.

Selanjutnya PPTK ada dibahas dalam permendagri, saya tidak hapal permendagri berapanya, tetapi hasil dari konsultasi yang mengetahuinya (pasal 12 permendagri no 13 tahun 2006 dan 2 kali perubahannya – hatur nuhun pak Rusdy) ternyata tidak ada pelanggaran juga kalau PPTK berperan sebagai Pejabat Pengadaan yang tugasnya adalah mencari penyedia untuk bertransaksi dalam pengadaan langsung.

Selanjutnya dari sisi etika atau menajemen internel ke-dinasan atau ke-PNS-an, pertanyaannya apakah akan terjadi “konplik” of interest kalau PPTK menjadi Pejabat pengadaan? PPTK selaku pengelola administrasi/keuangan apakah “salah” kalau mencari sendiri pemasok untuk barang jasa yang diperlukannya. PPTK tentunya merupakan perpanjangan tangan dari user/pengguna, PPTK tentunya mengetahui apa “kebutuhan” dari user, sehingga PPTK akan lebih fokus dalam mencari penyedia yang benar-benar cocok untuk kebutuhan instansinya, tapi bagaimana kalau PPTK nya “bermain”? ya kalau yang namanya permainan sih bukan hanya PPTK, di jabatan lainnya pasti ada “permainan” kalau pribadi-pribadinya memang senang bermain, so pertanyaannya apakah secara “alamiah” akan ada pertentangan kepentingan yang memang secara gamblang dan jelas-jelas akan terjadi, seperti keluarga pejabat tinggi yang menjadi pejabat di bagian kepegawaian, pastilah ada komplik kepentingan untuk merotasi dan menempatkan orang-orangnya pada jabatan-jabatan yang strategis sesuai dengan kepentingan politis para petinggi.. Atau konsultan perencana/pengawas yang menjadi pelaksana pekerjaan tentunya akan ada pertentangan kepentingan di dalamnya.

Kalau PPTK menjadi Pejabat Pengadaan apa pertentangan kepentingannya? dan dari sisi manajemen perkantoran, apakah jadi tidak efektif efisien? PPTK adalah bagian dari User, beliau punya kepentingan dan tentunay berharap untuk memperoleh barang/jasa yang baik dan memenuhi syarat dari penyedia yang memenuhi persyaratan juga, beliau ada kepentingan untuk memperoleh secepatnya barang jasa untuk kelancaran pekerjaan di instansinya, dan beliau menjadi pejabat pengadaan yang bertugas untuk mencari penyedianya, nampaknya sejalan hal tersebut, bukan pertentangan tapi malah sejalan. Kemudian pengadaan langsung itu butuh cepat (“epektip episien”) tentunya kalau pejabat pengadaannya berasal dari user tentunya akan sejalan dengan prinsip dan pilosopi dasar pengadaan langsung.

Yang penting pejabat pengadaan (baik dijabat oleh PPTK atau tidak) harus bekerja sesuai dengan aturan pengadaan yang ada, itu saja mungkin… mohon koreksi di komen kalau ada yang salah dan kurang.

Demikian opini dari saya semoga bermanfaat dan salam pengadaan dari Bogor.

tambahan dari DATABASE KONSULTASI LKPP

Apakah PPTK dapat merangkap sebagai panitia pengadaan atau pejabat pengadaan?
17 Desember 2012, 09:42 WIB

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa atas:

a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

PPTK diperkenankan sebagai panitia pengadaan karena didalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 PPTK tidak termasuk kedalam organisasi pengadaan. PPTK dilarang menjadi panitia pengadaaan bila ada peran PPTK dalam administrasi keuangan pembayaran pengadaan atau pejabat/pegawai tersebut ditunjuk pula menjadi PPK yaitu pejabat berhak melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja yang menandatangani Kontrak dan bukti pembayaran. Hal demikian tidak diperbolehkan karena adanya pertentangan kepentingan.

Sebagai tambahan tapi ini dilakukan kalau memang tidak ada lagi atau instansinya memang kekurangan tenaga/SDM ya sehingga terpaksa rangkap merangkap, kalau baiknya ya masing-masing jabatan dijabat oleh orang yang berbeda ya, karena memang masing-masing ada tugasnya. Jadi tulisan ini bukan menyarankan untuk merangkap-rangkap jabatan seperti itu.

Share